20 November 2013

Metamorfosis Anak Manja

Beginilah nasib hidup di perantauan...

"Kok intronya lebay vi?"

Nggak apa-apa, sekali-kali! :D

Hidup di negeri orang menuntut kita jadi lebih mandiri, nggak boleh manja! Itu yang saya rasakan selama tiga bulan pertama tinggal di Belanda. Definisi mandiri di sini bukan mandi sendiri loh ya... melainkan kita dituntut jadi serba-bisa.

"Maksudnya vi?"

Hmm... begini misalnya,

Satu. Mahasiswa atau mahasiswi yang sekolah di Belanda (atau mungkin di negara lainnya) ketika pulang nanti saya jamin pasti jadi pintar masak. Atau mungkin malah jadi koki, who knows? :D Ini lantaran di belahan bumi sini enggak ada yang namanya warteg, warung padang, angkringan, dan teman-temannya. Kalaupun ada restoran, harganya selangit! Jadi opsi terbaik bagi mereka untuk berdamai dengan kantung mahasiswanya masing-masing adalah dengan belanja beras, sayuran dan lauk pauk di supermarket, lalu masak sendiri. Nah, di sinilah letak salah satu guilty pleasure saya karena saya demen nyoba-nyoba resep dari internet, alhasil perut makin buncit :(

Dua. Setelah pulang nanti, ada kemungkinan ukuran betis mereka bertambah besar :D Nggak seperti kehidupan di Indonesia yang serba manja, mau ke pasar yang jaraknya dua ratus meter saja musti naik motor, di sini satu-satunya kendaraan yang bisa diandalkan adalah sepeda. Ya, sepeda "onthel". Mau kerenan dikit ya pake sepeda "sport", tapi tetep aja wujudnya sepeda. Untuk jarak jauh baru pakai public transport seperti bus, metro dan kereta. Kebayang kan? dua tahun di sini rajin nyepeda dan jalan kaki, nggak heran nanti kalau betis tambah gede.

Tiga. "Kalau sakit gimana vi?". Nah, ini yang agak repot. Selama tiga bulan di sini, alhamdulillah saya baru sekali kena sakit itu pun sakit ringan, flu. Tapi jangan pernah meremehkan flu. Saya punya pengalaman buruk dengan penyakit yang satu ini, lagi-lagi karena manjanya saya ketika masih di kampung halaman dulu. Di Indonesia, sakit sedikit saja saya lari ke dokter. Dokter dengan gampangnya ngasih antibiotik. Pernah satu ketika badan saya jadi resisten sama antibiotik, minum dua pak antibiotik (total 10 hari), bukannya flu sembuh malah menjalar jadi Bronkhitis. Lain halnya di Belanda sini, ketika mengalami sakit ringan seperti flu orang-orang cenderung disarankan untuk "menyembuhkan dirinya sendiri". Lantas ketika beberapa minggu yang lalu saya kena flu dan nggak punya stok obat, saya hanya bisa bikin ramuan tradisional (hasil searching internet) dari air jahe, teh hijau, madu, dan jeruk nipis. Minum rutin dua kali sehari, dan tak disangka-sangka flu saya justru sembuh dalam lima hari. Luar biasa kalau kata saya mah, biasanya juga dua minggu baru sembuh sekalinya kena pilek :D

Udah, segini dulu aja. Nanti disambung lagi! :)


07 November 2013

Wageningen... Finally!!


Saya hampir menitikkan air mata ketika menemukan brosur tua 'Wageningen University' di atas. Brosur itu sudah empat tahun lebih tersimpan rapi di rak buku saya. Artinya, sudah empat tahun lebih pula saya menyimpan harapan dan impian untuk bisa kuliah di WU, Belanda.

Impian itu dimulai ketika salah satu dosen saya di FKT UGM, Mas Dwiko panggilannya, menceritakan pengalamannya selama kuliah di WU. Serasa tersihir, sejak saat itulah saya berangan-angan untuk bisa menuntut ilmu di universitas ini. Apalagi di bidang yang saya tekuni, Agriculture & Forestry, WU bisa dikatakan selalu menempati posisi teratas di daftar perguruan tinggi terbaik di seluruh dunia. Hingga saat ini pun, untuk bidang tersebut WU masih menempati peringkat kedua setelah UC Davis berdasarkan QS World University Rankings 2013.

And now here I am, living my dream, after four years of waiting, trying, failing and trying again..

Meskipun saat ini saya  menekuni bidang lain yaitu Environmental Sciences, it is just as amazing as what I have expected. One milestone in my life has finally been reached.. :)